Jum’at (7
Agustus 2015)
Aaahhh,
segarnya pagi ini, udara dingin tak terlalu menusuk kala aku dan Pia berjalan
pagi menyusuri jalanan sekitar hotel . Tak lama melangkah, kami tiba di
parkiran BNS (Batu Night Spectaculer) yang terkenal itu. Wahana serupa
bisa kami temui di banyak obyek wisata seputaran Ibukota, kecuali Taman
Lampionnya, jadi BNS bukan destinasi kami saat ini. Tapiii, biar gak penasaran, boleh
dooonk ngintip dikit, sembari jeprat sana sini dulu. J
Usai sarapan pagi seadanya (beneran seadanya), tadi pas jalan pagi gak nemu jajanan khas kota Malang, kecuali Ote-ote dan aneka gorengan, kami bersiap diri menuju Jatim Park-2. Berdasarkan rekomendasi petugas hotel, lebih baik ke sana daripada Jatim Park-1, karena aku menginginkan wisata edukasi bukan sekedar wisata permainan. Maka, segera kami berkemas dan check out.
Usai sarapan pagi seadanya (beneran seadanya), tadi pas jalan pagi gak nemu jajanan khas kota Malang, kecuali Ote-ote dan aneka gorengan, kami bersiap diri menuju Jatim Park-2. Berdasarkan rekomendasi petugas hotel, lebih baik ke sana daripada Jatim Park-1, karena aku menginginkan wisata edukasi bukan sekedar wisata permainan. Maka, segera kami berkemas dan check out.
Saat membeli tiket, aku baru tahu kalau kami bisa mengunjungi tiga tempat sekaligus, yaitu Museum
Satwa, Batu Secret Zoo dan Eco Green. Ternyata, hari Jum’at sudah termasuk
weekend, hingga tiket yang dihari biasa 75 ribu rupiah, harus ditebus seharga
90 ribu rupiah, plus 10 ribu untuk tiket terusan ke Eco Green. Jadilah 400 ribu
melayang (padahal ada promo jika membayar menggunakan Debit BCA diskon 20%, namun
entah kenapa petugas menyatakan tidak ada promo, padahal jelas terpampang di
brosur..weleh..weleh)
Kami
termasuk pengunjung awal yang datang, sehingga diarahkan menuju Eco Green Park
terlebih dahulu, diantar oleh kereta mondar-mandir.
Kehadiran
kami disambut oleh seekor Beo yang pintar menjawab salam, serta segerombolan
ikan Koi kelaparan. Haqi dan Pia tampak asyik memberi makan ikan-ikan jinak di
kolam yang berlatar belakang replika Candi Jolotundo dan Candi Belahan (sungguh
nama candi yang sangat tidak familiar...hehehe).
Puas memberi makan ikan, kami melangkah ke sekumpulan domba putih nan nduuut, eh koq mirip Shaun the Sheep?? Ah, ternyata mereka terbuat dari potongan kayu yang dicat dan dibentuk menyerupai domba. Kreatif!!! Di samping kumpulan domba itu, ada miniatur sebuah desa yang hancur berantakan akibat bencana buatan manusia yang tak peduli kelestarian alam. Miris...
Puas memberi makan ikan, kami melangkah ke sekumpulan domba putih nan nduuut, eh koq mirip Shaun the Sheep?? Ah, ternyata mereka terbuat dari potongan kayu yang dicat dan dibentuk menyerupai domba. Kreatif!!! Di samping kumpulan domba itu, ada miniatur sebuah desa yang hancur berantakan akibat bencana buatan manusia yang tak peduli kelestarian alam. Miris...
Langkah berlanjut ke patung gajah yang terbuat dari alat elektronik rongsokan serta patung sapi daur ulang tiga mobil bekas. Tulisan “ Aku Tak Terpakai, Tapi Bisa Jadi Indah”, cukup mewakili keberadaan mereka. Betapa kreativitas itu “mahal”! J
Perlahan
kami memasuki area unggas dan serangga yang diawetkan, ah seperti berkunjung ke
Museum Zoologi di Bogor saja. Hehehe. Saat keluar ruangan, beberapa ekor Burung Onta berjalan ke sana ke mari menyambut kedatangan kami, juga seekor Merak minta diajak narsis, namun ia tak kunjung memekarkan ekornya. Beberapa Bangau, Crane dan Kuntul
dari berbagai belahan dunia tampak mendominasi area ini.
Melewati gerbang
berbentuk kepala raksasa tua, kami disuguhi alunan musik merdu dari peralatan
yang diletakkan di atas sebuah kolam, ada panci, penggorengan, hingga gamelan.
Indaaah... dan anak-anak boleh mencoba menyemprotkan air ke beberapa peralatan
yang ada.
Eh, sebentar... kenapa ada sesosok patung perak yang setiap beberapa menit bergerak di ujung jalan sana? Oh, rupanya pengunjung dipersilakan selfi bersama si patung hidup itu. Hmm, barangkali idenya dari patung manusia yang ada di halaman Museum Kota.
Eh, sebentar... kenapa ada sesosok patung perak yang setiap beberapa menit bergerak di ujung jalan sana? Oh, rupanya pengunjung dipersilakan selfi bersama si patung hidup itu. Hmm, barangkali idenya dari patung manusia yang ada di halaman Museum Kota.
Perjalanan berlanjut ke kandang sapi, “Ummi, ada anak sapi yang bulan lahirnya sama denganku”, teriak Pia kesenangan. Di sini, kita bisa memerah sapi dan mengunjungi “pabrik mini” tempat pengolahan susu.
Melewati
kandang sapi, kami mulai bercengkrama dengan aneka burung cantik dan indah.
Puluhan kandang burung berjejer rapi, lengkap dengan keterangan nama populer,
nama latin serta asal muasalnya. Di sini, anak-anak bisa belajar banyak tentang
keanekaragaman unggas, terutama burung.
Perjalanan
berlanjut dengan menyeberangi jembatan putih dengan pergola melengkung bertaburan
bunga kertas alias bougenvile merah di atasnya. Kehadiran kami disambut sebuah Rumah Terbalik.
Penasaran, kami masuk ke dalam.
Yaa, sesuai namanya, semua perabot di dalam rumah ini disusun dalam kondisi terbalik. Ada sofa nyangkut di ceiling, tempat sampah bergantungan, lemari miring siap rubuh. Benar-benar dunia terbalik. Jika pengunjung mampu mengabadikan dan bergaya “yang pas”, dijamin akan mendapatkan hasil “luar biasa”.
Yaa, sesuai namanya, semua perabot di dalam rumah ini disusun dalam kondisi terbalik. Ada sofa nyangkut di ceiling, tempat sampah bergantungan, lemari miring siap rubuh. Benar-benar dunia terbalik. Jika pengunjung mampu mengabadikan dan bergaya “yang pas”, dijamin akan mendapatkan hasil “luar biasa”.
Semakin ke
dalam, terutama saat memasuki area dapur, mulai terbangun “suasana horor”.
Pintu lemari yang terbuka dan menutup sendiri, serta beberapa kejadian aneh
lainnya, membuat anak-anak berlari ketakutan. Hehehe. Konon, rumah ini terbalik
akibat Badai Sandy, yang terjadi tanggal 31 Februari 2012. Ah, ono-ono wae,
Februari itu maksimal hanya sampai tanggal 31 kaaan?? :p
Sebelum meninggalkan kawasan Eco Green Park, kami sempatkan mengunjungi wahana energi dan pertambangan. Di sini, kita bisa melakukan simulasi angin ribut (suara dan anginnya dibuat seolah nyata), bertualang mencari emas, membedakan stalagtit dan stalagmit, atau sekedar berfoto ria. Di pintu keluar, terpampang poster besar menggambarkan kesedihan duo bocah yang kehilangan tempat tinggal dan orangtuanya serta seekor induk harimau dan anaknya yang kehilangan hutan wilayah perburuannya. Sebuah “pesan” yang menggetarkan.
Sebelum meninggalkan kawasan Eco Green Park, kami sempatkan mengunjungi wahana energi dan pertambangan. Di sini, kita bisa melakukan simulasi angin ribut (suara dan anginnya dibuat seolah nyata), bertualang mencari emas, membedakan stalagtit dan stalagmit, atau sekedar berfoto ria. Di pintu keluar, terpampang poster besar menggambarkan kesedihan duo bocah yang kehilangan tempat tinggal dan orangtuanya serta seekor induk harimau dan anaknya yang kehilangan hutan wilayah perburuannya. Sebuah “pesan” yang menggetarkan.
Gak terasa,
waktu bergerak cepat, sudah menjelang waktu dzuhur. Sebagai musafir, Amir dan
Haqi memperoleh rukhsoh untuk tidak mengikuti sholat jum’at. Kamipun melangkah
keluar, melintasi parkiran menuju ke Batu Secret Zoo. Ada apa sih di dalamnya?
Sampai disebut “secret” segala?
RaDal,
08’02’16 (15’28)...
2 komentar:
Asik banget tempatnya mak :)
wah bener juga ya katanya Malang itu surganya wisata
Posting Komentar