Salah seorang teman Melia, Hafidz namanya, adalah seorang
atlet sepatu roda. Suatu hari, Ayah Hafidz menawarkan Melia untuk belajar
sepatu roda. Melia antusias sekali dan langsung cerita ke Ayah soal
keinginannya belajar sepatu roda dan tawaran Ayah Hafidz tersebut.
Ternyata Ayah Hafidz bukan hanya menawarkan Melia untuk
belajar sepatu roda, beliau menghadiahi Melia sepasang sepatu roda lengkap
dengan pelindung tubuhnya, meski tanpa helm. Ayah Hafidz berpesan, beli saja
helm pesepeda yang banyak dijual di toko.
Melia tahu, Ayah tak punya cukup uang untuk membeli helm
pesepeda yang harganya lumayan mahal itu. Namun, melihat keinginan Melia untuk belajar sepatu
roda yang sangat tinggi, sore itu Ayah mengajak Melia ke pusat pertokoan untuk
memilih helm yang dibutuhkan. Akhirnya, diperoleh sebentuk helm dengan harga yang
cukup menguras dompet ayah. Dalam hati Melia berjanji untuk bersungguh-sungguh
belajar sepatu roda. Melia tidak ingin mengecewakan Ayah yang telah berkorban
banyak untuk dirinya.
Hari latihanpun tiba. Sejak subuh Melia sudah bersiap dan
membenahi perlengkapan sepatu roda pemberian Ayah Hafidz. Seusai sarapan,
dengan diantara Ayah, Melia menuju area latihan yang terletak di Stadion Kota.
“Wah, Melia sudah datang. Gimana, peralatannya dibawa
semua?”, sambut Ayah Hafidz.
“Ini Paman, lengkap dengan helm yang Ayah belikan kemarin”,
jawab Melia sambil menunjukkan perlengkapan yang dibawanya.
“Ayo sini, Paman kenalkan dengan teman-temanmu”, ajak Ayah
Hafidz.
Merekapun menuju sekumpulan anak seusia Melia yang sedang
bersiap-siap memakai sepatu roda di pinggir area latihan.
“Kenalkan, ini teman baru kalian, namanya Melia. Nanti
tolong dibimbing yaa.”, pesan Ayah Hafidz kepada anak-anak itu serta kepada Kak
Fira, sang pelatih sepatu roda.
“Siap Paman! Tenang Paman! Oke Paman!”, berbagai ucapan
menyambut kedatangan Melia.
Sambutan yang ramah itu, membuat Melia langsung merasa
diterima dan tanpa malu-malu, Melia menyalami teman barunya satu demi satu.
Latihan pertama dilakukan di atas rumput. Kak Fira dengan
sabar membimbing Melia berdiri dan melangkah dengan benar menggunakan sepatu
roda. Setelah dirasa cukup, latihan meluncurpun dimulai, kali ini berpindah ke
lapangan beraspal di samping lapangan rumput. Tanpa kesulitan berarti, Melia
mampu mengikuti seluruh instruksi Kak Fira.
Dari kejauhan, Ayah memperhatikan bagaimana Melia
bersungguh-sungguh berlatih. Tiba-tiba Ayah Hafidz datang menghampiri.
“Sepertinya Melia berbakat jadi atlet sepatu roda, nih Pak”,
tegur Ayah Hafidz.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan ya. Saya perhatikan dia
menyerap instruksi pelatih dengan cepat”, jawab Ayah dengan mata berbinar
membenarkan ucapan Ayah Hafidz.
Ketika sedang asyik berbincang sembari memperhatikan Melia
yang sedang berlatih di tengah area sepatu roda, datanglah bu Fitri, sang
Bendahara klub sepatu roda itu.
“Bagaimana Pak, Melia jadi ikut berlatih sepatu roda kan?”,
tanya Bu Fitri
“Iya Bu, sepertinya dia sangat menikmati olahraga ini”,
jawab Ayah.
“Sepatu dan perlengkapannya sudah punya?”, tanya Bu Fitri
kembali.
“Iya, ini dapat pinjaman dari Ayah Hafidz”, ujar Ayah
sembari menepuk pundak Ayah Hafidz.
“Alhamdulillah kalau sudah ada perlengkapannya. Silakan isi
formulir dan membayar uang pendaftaran serta biaya latihan dua bulan pertama,
Pak”, lanjut Bu Fitri.
Tertegun Ayah memandang angka yang tertera di formulir.
Uang pendaftaran Rp 300.000,-. Biaya
latihan Rp 200.000,-/bulan. Jadi total biaya yang harus Ayah bayarkan Rp 500.000,-.
“Ya Allah, darimana uang sebanyak ini?”, batin Ayah. Kemarin
saja, untuk membeli helm pesepeda, Ayah harus mengorbankan sisa uang
simpanannya. Namun melihat binar di mata Melia, Ayah tak tega untuk mengatakan
“tidak usah berlatih sepatu roda”.
“Oh, baik Bu. Insya Allah pekan depan saya bayar”, ucap Ayah
meyakinkan, sambil berdo’a semoga dalam sepekan ke depan ada rezeki untuk
membayar biaya pendaftaran dan latihan.
Sepekan telah berlalu dan Ayah hanya mampu mengumpulkan uang
sebesar biaya pendaftaran saja.
Pagi itu, Melia kembali bersiap-siap dan segera mengajak
Ayah berangkat menuju tempat latihan sepatu roda. Melia tidak tahu, bahwa biaya
berlatih sepatu roda ternyata sangat mahal dan Ayah telah berusaha untuk
mencarikan uangnya.
Setibanya di tempat latihan, Ayahpun mendatangi Bu Fitri dan
menyerahkan uang berikut formulir pendaftarannya.
“Maaf Bu, saya cicil dulu ya uang pendaftarannya. Insya
Allah kalau pekan depan ada rejekinya, saya bayarkan kembali”, ucap Ayah
meyakinkan Bu Fitri.
Ternyata Bu Fitri tak keberatan dan mengijinkan Ayah
mencicil biaya latihan, bahkan menawarkan pembelian sepatu roda baru dengan
cara mencicil dan harga yang jauh lebih murah daripada di toko.
Ayah senang sekali dan berjanji untuk membelikan Melia
sepatu roda baru, sebab yang digunakan sekarang adalah sepatu pinjaman dari
Ayah Hafidz.
Telah sebulan lamanya, Melia berlatih sepatu roda.
Kemampuannya mulai mengalami peningkatan karena setiap hari Melia penuh
semangat berlatih sepatu roda di rumah. Ayah sangat bangga dengan kemajuan yang
dialami Melia dan berjanji untuk terus mendukung kegiatan bersepatu roda putri semata
wayangnya itu, berapapun biaya yang dibutuhkan...
RaDal, 02’02’15 (14’30)
*kenangan saat awal Melia menggeluti dunia inline skate, semoga menjadi atlet tangguh ya Nak :)
1 komentar:
Posting Komentar