“Gitu aja masak gak
bisa! Coba dulu, kalau gagal, baru boleh bilang gak bisa!!” (nasihat seorang Ibu, dengan niat memberi
motivasi positif, tetapi ternyata dinilai nyinyir oleh anaknya yang beranjak
remaja)
“Kerjain aja sendiri,
gue lagi sibuk!!”
(teriak seorang suami kepada istrinya yang meminta tolong untuk membantunya
sebentar, padahal ternyata si suami sedang asyik main game)
“Cari duit sono!! Jangan bisanya
cuman makan tidur doank!!” (ucap seorang istri kepada suaminya yang dinilai malas-malasan)
“Yah, cemen amat sich loe!! Ngadepin ceweq cakep
dikit, langsung ngelingker!!” (ledek Dani ke Sony yang pemalu)
“Ngapain loe ke gue
mulu! Bentar-bentar minjem duit, bentar-bentar ngambil barang gue, tanpa loe
bilang-bilang. Sono cari korban yang laen! Emang gue bokap loe apa?!” (lontaran kekesalan Arya kepada Ray,
teman akrabnya yang dinilai selalu menjadi benalu)
“Eh, loe jangan
deket-deket ama gue deh... bau loe tuh ngak nahan, got aja kalah!” (kata Bedu kepada si Badi, temannya
yang beda status sosial)
Yah...begitu
banyak kata-kata yang seringkali tak sengaja kita ucapkan, entah kepada anak,
suami, istri, saudara, orangtua kita sendiri, teman, sahabat, tetangga atau
bahkan kepada orang yang baru kita kenal, yang sebenarnya kita lontarkan dalam
konteks bercanda, ternyata dapat berakibat fatal, terutama jika lawan bicara
kita sedang “sensi” (istilah anak sekarang).
Lihatlah
berita akhir-akhir ini. Betapa banyak
anak balita yang tidak bersalah jadi korban kekerasan, entah oleh tetangga
ataupun kerabat dari ayah ibunya.
Terakhir, ada
berita tentang seorang anak yang disemen oleh tetangganya setelah kepalanya
dibenturkan ke lantai. Bahkan di Sumatera
Utara, ada anak yang seolah-olah diculik, ternyata ditemukan sudah tidak
bernyawa.
Semua
dilakukan oleh orang yang mereka kenal baik, namun karena kesalahan orangtua
mereka, entah dalam ucapan atau tindakan yang rupanya menyinggung harga diri si
pelaku, maka jalan tercepat untuk membalaskan dendam, adalah dengan melakukan
kekerasan terhadap anak dari orang yang telah menyakiti hatinya. Dengan demikian, dia berharap si orang yang
nyebelin itu bisa merasakan kekesalannya dan emosinya dapat tersalurkan dengan
sempurna.
==============
Biasanya,
orang-orang berjiwa introvert, tertutup, susah membuka diri, sering memendam
perasaan, jarang bergaul, senang menyendiri, dan sebangsanya, lebih mudah untuk
melakukan berbagai tindakan yang seringkali diluar akal sehat itu.
Hal berbeda
tentu akan dilakukan oleh orang yang berjiwa ekstrovert, ceria, mudah bergaul, bahkan
cenderung tidak pedulian. Mau
dikata-katain atau diledekin seperti apapun, dia akan menganggap semua hanya candaan
belaka, tidak perlu dimasukkan ke dalam hati.
Tapi,
entahlah jika candaan tersebut diterimanya disaat situasi dan kondisi yang
tidak tepat, barangkali akan timbul kekesalan juga pada dirinya. Misalnya, di saat dia sedang mengalami
kemelut dalam rumahtangga, tiba-tiba teman yang tidak tahu persoalan hidupnya
bercerita dengan arogannya tentang si A, yang ternyata punya masalah yang tidak
jauh berbeda dengan dirinya.
Jika semula
si ektrovert ini akan bersikap biasa-biasa saja, barangkali kemudian dia akan
sedikit terganggu jika temannya setelah bercerita ala gossip infotainment itu,
menambahkan berbagai bumbu penyedap sesuai pemikirannya sendiri, yang semuanya
bernada negatif.
Senyum kecut
akan tersungging di bibirnya, sambil nge-bathin “nyebelin banget sih loe, kagak tau napah gue lagi error??!! Kalo loe
bukan sohib baik gue, dah gue cekek deh loe!! Tau diri dikit deh!!”...
Nah lo...
masih untung kalau cuma dibatin, kalau sampai dilakoni alias dicekik beneran,
apa gak berabe tuh??
Jadiiii...ternyata
pribadi ekstrovert, gak jaminan juga akan aman dari gejala sakit jiwa akut
yaa!!
==============
Setelah
ditelusuri, ternyata semua berawal dari sesuatu di dalam rongga mulut kita,
yaitu lidah!!... Ada pepatah mengatakan “lidah
setajam silet”, mampu mengiris-iris hati dan perasaan orang lain. Atau
pepatah lain “lidah tak bertulang”,
yang sering distempelkan kepada orang-orang yang suka berbicara seenaknya, suka
berbohong, tidak konsisten dengan ucapannya alias plintat plintut...”lain di bibir (lidah), lain di hati”...dan
pepatah yang satu ini, “lidah bercabang
dua”, seperti lidah ular...hiiiii...
Ada apa
dengan lidah?? Kalau bicara pasti butuh lidah kaan? Gak percaya? Coba saja
lidah kita kaku’in, terus ngomong deh! Mungkin akan terdengar cadel dan pelo.
Yang pasti, kita tidak akan mampu berbicara dengan jelas dan lawan
bicara kitapun tidak akan menangkap pembicaraan yang kita maksud. Yah, perumpamaannya, seperti anak kecil atau
penderita stroke yang baru belajar bicara.
Begitulah kira-kira.
Dapat
disimpulkan bahwa salah satu faktor penentu seseorang bisa bicara dengan jelas,
adalah karena adanya panca indra yang tidak sekedar berfungsi sebagai alat
pengecap rasa, namun juga sangat fungsional dalam menunjang kemampuan seseorang
untuk berbicara dengan jelas, yaitu L.I.D.A.H!! Maka, hati-hatilah bagi anda yang berpotensi cerewet maupun latah, alias tidak mampu mengontrol lidahnya!!
==============
Kembali ke
lap...top, eh ke topik pembicaraan awal tentang bahaya lisan alias si lidah.
Di era
teknologi serba canggih sekarang ini, bukan hanya lidah yang berbahaya, tetapi
ada anggota tubuh lain yang berpotensi memiliki tingkat bahaya yang serupa tapi
tak sama. Apakah itu??
Yak!! Seratus!!
Jemari... terutama jempol dan telunjuk!!
Kenapa hanya
si jempol dan si telunjuk yang menjadi tertuduh utama?? Ke’enakan donk si jari
tengah, jari manis dan kelingking... hanya berpotensi sebagai saksi doank??
Begitu kira-kira protes dua jari yang paling sering kita gunakan itu.
Wah, jangan
sampai deh mereka melakukan kudeta.
Sebab jika mereka berdua (si jempol dan si telunjuk kompak mogok kerja, apalagi
sampai ngajak kembarannya yang di tangan kiri tuk berdemo juga), bisa-bisa kita
gak bisa melakukan apa-apa...
Gini deh
mudahnya... Coba lipat kedua jari yang menjadi tertuduh utama, kalau perlu di
lakban sekalian, supaya terasa efek-nya. Sudah?? Mulailah melakukan pekerjaan
sehari-hari. Tidak perlu yang susah, tetapi
cukup gunakan tiga jari yang bertindak sebagai saksi itu, untuk melakukan
fungsinya seperti biasa, plus melakukan fungsi telunjuk dan jempol sekaligus.
Hmm...baru ngebayangin saja, sudah terasa ribetnya.
Dipakai
untuk makan (pakai jari ya, bukan pakai sendok) susah, memungut benda kecil
juga susah, apalagi untuk menulis. Walaupun
jika digunakan untuk memegang atau mengangkat benda besar bukanlah masalah.
Akan terasa
berbeda apabila si jari tengah, jari manis dan kelingking ditiadakan, maka si
jempol dan si telunjuk pasti akan melakukan kerjasama dengan sempurna, terutama
untuk melakukan hal-hal kecil, semisal mencapit, menulis mengangkat beban
ringan dan lain sebagainya.
==============
Teruuus...apa
donk kesalahan yang dituduhkan kepada si jempol dan si telunjuk, hingga mereka
menjadi tersangka utama??
Yah,
kesalahan terbesar mereka adalah, mereka melakukan fungsi yang sama seperti si
lidah,yaitu menyampaikan maksud hati dan pikiran tuannya, namun kali ini melalui
bahasa tulisan, bukan bahasa lisan seperti fungsi si lidah.
Lalu... apa
salahnya?? Toh mereka memang melakukan fungsinya dengan baik dan benar?
Nah, itulah
masalah utamanya. Seringkali, tanpa
sengaja, si jempol dan si telunjuk kita (kecuali buat yang terbiasa mengetik
sepuluh jari yaa... tersangka utamanya bisa menjadi sepuluh..hehe) menyampaikan
hal-hal yang membuat orang lain tersinggung.
Berbagai
perang pernyataan di media cetak maupun online, juga yang dilakukan melalui
jejaring sosial (facebook, twitter, linkdin, BBM, dll), ternyata mampu mengiris
hati orang yang merasa terkena impaknya.
Terkadang, jemari
bisa lebih berbahaya daripada lisan.
Sebab tulisan tidak mampu mengungkapkan emosi ataupun menampilkan ekspresi
yang tersirat. Gampangnya begini, jika
seseorang mengucapkan “jelek amat sih hasil karyamu”, sambil senyum-senyum,
bisa jadi ucapan itu dapat berupa pujian, jika pada kenyataannya hasil karya
tersebut memang sungguh bagus dan sempurna.
Akan berbeda
jika dituliskan sebagai komen di sebuah foto yang diunggah ke media facebook
misalnya. Si pembaca yang kemungkinan tidak mengenal si pengunggah foto maupun
si komentator, akan berkerut dahinya, melihat koq ada orang tega mencaci sebuah
karya yang sempurna.
Itu baru
contoh kecil. Bagaimana jika sebuah
status, dikomentari secara “tidak berperi
kemediasosialan” oleh orang-orang yang sebenarnya dikenal, tetapi
barangkali karena orang tersebut kurang berkenan dengan status tersebut, dia
akan merasa tersinggung.
Sebagaimana
yang dialami oleh teman saya belum lama ini.
Dia sedang bimbang dengan judul buku yang akan diluncurkannya. Untuk memperkuat keyakinannya, dia mengirim
inbox grup kepada beberapa teman yang dirasanya mau dan bersedia sumbang saran,
tanpa permisi terlebih dahulu kepada si pemilik nama. Apa yang terjadi?? Ternyata
beberapa nama yang ditag, merasa tersinggung dengan tindakannya tersebut dan
menyatakan ketidaksukaannya langsung melalui inbox yang sama. Dari tulisan selanjutnya, terlihat teman saya ini berusaha meminta maaf, namun sebelum permintaan
maafnya tersampaikan, si orang yang merasa tersinggung tersebut, rupanya sudah
memilih hengkang terlebih dahulu dari inbox grup. Entahlah bagaimana hubungan
mereka sekarang.
Jemari
memang terkadang lebih berbahaya daripada lidah!!!
Tetapi, dari
semua itu...yang patut dijadikan tersangka utama, alias sutradara dari si aktor
jemari dan lidah adalah...HATI dan PIKIRAN!!!
Sebagaimana pesan Rosulullah saw:
“Ketahuilah. Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk, maka buruklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia adalah hati. (HR Bukhari Muslim dari Nu’man bin Basyir)”
Juga pesan,
yang dikemas oleh Aa’ Gym melalui senandungnya:
Jagalah hati jangan kau kotori. Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai. Jagalah hati cahaya Ilahi
Bila hati kian bersih. Pikiranpun akan jernih
Semangat hidup nan gigih. Prestasi mudah diraih
Namun bila hati keruh. Batin selalu gemuruh
Seakan di kejar musuh. Dengan Alloh kian jauh
Bila hati kian suci. Tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati. Dirimu disegani
Namun bila hati busuk. Pikiran jahat merasuk
Akhlak kian terpuruk . Jadi makhluk terkutuk
Bila hati kian lapang. Hidup sempit terasa senang
Walau kesulitan datang. Dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit. Segalanya jadi rumit
Terasa terus menghimpit. Lahir batin terasa sakit
Jagalah hati jangan kau nodai. Jagalah hati cahaya Ilahi
Bila hati kian bersih. Pikiranpun akan jernih
Semangat hidup nan gigih. Prestasi mudah diraih
Namun bila hati keruh. Batin selalu gemuruh
Seakan di kejar musuh. Dengan Alloh kian jauh
Bila hati kian suci. Tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati. Dirimu disegani
Namun bila hati busuk. Pikiran jahat merasuk
Akhlak kian terpuruk . Jadi makhluk terkutuk
Bila hati kian lapang. Hidup sempit terasa senang
Walau kesulitan datang. Dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit. Segalanya jadi rumit
Terasa terus menghimpit. Lahir batin terasa sakit
Terakhir... INGAT!!!
INGAT!!!
Lebih Baik SAKIT GIGI daripada SAKIT
HATI!!
Jadiiii...HATI-HATI-lah dengan HATI!!
Sebab...hati dapat menjadikan jemari dan lidah kita menjadi harimau kita!! Aauuumm!!
==============
Wallahu'alam bishshowab...
BPI (24'02'13/18'30)
0 komentar:
Posting Komentar