“Iya…eS iI eS iI eR…SISIR!!”. Hallooo….kurang kerjaan amat yak??”
Tentu itu hal pertama yang
terlintas di benak, kala membaca judul obrolan kita kali ini.
Eits…jangan apriori dulu. Ide
cerita ini kudapatkan tiba-tiba kala melihat seorang bapak paruh baya
menyisir rambutnya di tengah antrian pasien di rumahsakit.
Tidak ada yang istimewa dengan
sang bapak, juga dengan sisirnya. Namun dari ketidak istimewaan itulah,
tiba-tiba aku teringat dengan ayahku. Yaa…gaya ayah kala bersisir dan jenis
sisir yang digunakan. Tidak pernah
berubah dari semenjak ku kecil hingga kini ku sudah mempunyai anak kecil.
Gerakan menyisir dari arah depan ke belakang dengan tangan kanan yang diikuti tangan kiri untuk merapikannya. Demikian berulang-ulang dilakukan, hingga akhirnya dirasakan sisiran rambutnya telah rapih.
Gerakan menyisir dari arah depan ke belakang dengan tangan kanan yang diikuti tangan kiri untuk merapikannya. Demikian berulang-ulang dilakukan, hingga akhirnya dirasakan sisiran rambutnya telah rapih.
Dahulu ayah selalu menggunakan minyak rambut dengan merk yang terkenal kala bersisir di pagi hari… hmmm…wangi khasnya tiba-tiba terbayang di benakku.
Sisir kecil berwarna hitam,
terkadang juga berwarna hijau tua atau coklat tua, tetapi lebih sering ya si hitam itu, selalu menemani kemanapun
ayah pergi. Obat ganteng istilah anak sekarang.
Yakin!! Ayah saya pasti termasuk
pemuda paling ganteng di lingkungannya kala remaja. Dengan rambut rapih tersisir ke belakang,
kumis tipis menghias senyumnya nan menawan dan peci tentara pelajar bertengger
miring menutupi sebagian rambutnya.
Duh…entahlah sudah berapa gadis terhipnotis sesaat, entah karena
kumisnya, senyumnya, sisiran rambutnya atau bahkan peci miringnya itu.
Yang jelas, ayah tidak berjambul
ala Elvis Presley sang idola remaja kala itu atau Lupus, idola remaja saat saya
remaja, namun lebih mirip dandanan rambut ala the Changcutters sekarang. Klimis…
S.I.S.I.R.
Kembali cerita ke masalah sisir.
Benda kecil yang terlihat sepele, namun ternyata punya peran sangat penting.
Coba kita keluar rumah tanpa bersisir terlebih dulu, atau lakukan percobaan
tidak usah bersisir selama seminggu.
Pasti akan banyak komentar tertuju.
Eits…tapi ada lho orang yang
memang jarang atau bahkan malas bersisir, salah satunya personil band Slank (Ridho
kalo gak salah namanya). Atau lihatlah
gaya rambut khas Einstein, sang ilmuwan yang awut-awutan. Tapi untunglah mereka
adalah orang terkenal, yang menjadikan kesemrawutan rambutnya sebagai trademark
alias ciri khas.
Sejak jaman Ratu Cleopatra, sudah tercipta
beraneka jenis sisir dan gaya penataan rambut (gak mungkin kan menata rambut
tanpa jasa sebilah sisir?).
Sisir mempunyai aneka bentuk dan
aneka bahan pembuatnya. Ada yang sederhana dari plastik bahkan plastik hasil
daur ulang yang dijual dalam kemasan isi 5 jenis sisir seharga tiga tibu rupiah
saja (bayangkan betapa tidak berperikerambutan tuh sisir, saking tajam
ujung-ujungnya), sisir dari kayu, sisir dari bahan tanduk binatang, hingga sisir dari metal,
atau logam mulia (barangkali sisir sang ratu Cleo terbuat dari emas bertahtakan
intan berlian).
Ada yang berbentuk kecil mungil,
yang kalau digenggam pun tidak ada satu genggaman tangan, yaitu sirkam (barangkali
itu singkatan dari “sisir kampungan”…hehehe…ngasal buanget yak?), ada yang
berbentuk panjang lurus dengan jari-jari besar atau bentuk kotak berjari
panjang (biasa digunakan untuk mengurai rambut setelah keramas), ada yang khusus untuk menyasak rambut, atau ada juga
yang berbentuk batang dengan ujung bulat atau setengah lingkaran, yang ini biasanya
digunakan untuk mengikalkan rambut.
Jadi inget jaman SMP. Kala
itu, terkenal potongan rambut ala Farah Fawcet (itu looh istri sang “the six
million dollar man”). Rambut ikal panjang
melebihi bahu, sedikit berponi dan kiri kanan rambut dibentuk menggunakan sisir
setengah lingkaran dengan merek terkenal kala itu “widex”. Wuiih…benar-benar
gaya rambut terkeren dan hampir semua gadis ABG menyimpan si “widex” ini di
tasnya, walaupun sebenarnya tuh sisir ukurannya benar-benar tidak praktis!!
Kembali ke masalah sisir. Jadi inget cerita tentang Masyithoh sang juru
sisir Ratu mesir. Suatu ketika kala
sedang menyisir rambut Ratu yang panjang terurai, sisirnyapun terjatuh ke
lantai. Tanpa sengaja, terlontar kalimat
thoyyibah dari mulutnya “Allahu Akbar”
Ratu-pun terkejut dan
menanyakan, kalimat apa yang diucapkan oleh Masyithoh. Lantas Masyitoh tanpa ragu dan dengan keyakinan penuh mengulang
kembali ucapannya "Allahu Akbar", seraya menerangkan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang patut
disembah, karena Allah Maha Besar, sedangkan Firaun hanyalah
seorang manusia biasa.
Maka beranglah Ratu. Karena kala itu hanya Firaun Sang Raja Mesir-lah
yang berhak disembah dan dijadikan tuhan oleh rakyat mesir, namun ternyata
diam-diam si Masyitoh yang notabene hanya seorang budak, berani-beraninya
mempunyai tuhan yang lain dan menganggap Firaun hanyalah manusia biasa.
T.E.R.L.A.L.U!!! (minjem istilah “bang haji”). Barangkali itu yang ada di pikiran
sang Ratu.
Diapun melaporkan kejadian
tersebut ke Firaun yang tak lain adalah suaminya sendiri. Sama seperti sang istri, Firaun pun teramat marah dan segera memerintahkan pengawal untuk menghukum Masyitoh dengan cara terjun ke air mendidih.
Maka disiapkanlah sebuah wadah
besar berisikan air mendidih yang bergolak. Masyitoh melihat nanar ke dalam air
mendidih tersebut, di bibirnya tersungging senyuman, dalam dekapan eratnya
menangis seorang bayi mungil, anaknya. Seraya melafadzkan syahadat “Laa ilaaha ilallaah” terjunlah sang
mujahiddah dengan penuh keyakinan.
S.I.S.I.R… hanyalah sebuah benda
kecil yang lebih sering terselip dan hanya dicari ketika dibutuhkan, namun
ternyata memiliki sejarah yang begitu panjang dan menjadi bagian dari cerita
tentang kukuhnya aqidah seorang Masyithoh
Akankah aqidah kita seperti Masyitoh
yang tak tergoyahkan oleh ancaman kematian sekalipun??? Semoga...
Radal ‘8’12’11
(01.01.01)
0 komentar:
Posting Komentar