Hari masih pagi, namun suasana di sebuah Sekolah Dasar di bilangan Depok,
mulai terlihat ramai. Beberapa meja berjejer rapi di depan kelas. Tampak satu dua anak mulai menggelar hasil
karyanya. Ya! Hari ini jadwal “MARKET DAY” alias BUSINESS DAY!
Beberapa hari sebelumnya, para guru memang sudah mengingatkan
anak-anak untuk menyiapkan produk yang akan diperjualbelikan di antara mereka.
Ada yang merupakan hasil karya sendiri, ada juga hasil karya orangtuanya, atau
hasil kulakan di pasar yang dikemas ulang.
Wah...macam-macam dagangan mereka. Mulai dari aneka snack, semisal kripik, popcorn,
es mambo, jelly, puding coklat, permen coklat, bola-bola coklat hingga spagheti,
juga aneka kerajinan tangan, ada jepit rambut dan bros yang terbuat dari kain
flanel, serta kertas file yang sedang digemari anak-anak saat ini.
Tidak mau kalah dengan murid-muridnya, beberapa guru juga
bersemangat menggelar dagangan, ada yang
jualan sandal dan ada yang menawarkan aneka jajanan pasar.
Matahari mulai merangkak naik. Suasana di seputaran selasar sekolah semakin
ramai dengan kegiatan jual beli.
Beberapa anak kelas tiga terlihat sibuk melayani pembelian aneka
jus yang rupanya sangat diminati. Sedang anak-anak yang lain, berseliweran ke
sana kemari. Ada yang berlagak
seolah-olah menawar dagangan temannya, barangkali meniru kebiasaan bundanya...
hehe. Ada juga yang berteriak-teriak
menawarkan dagangannya.
“Keripik enak, cuma seribu perak. Murah-murah”, teriak seorang anak perempuan
kelas dua, ketika melihat dua temannya melintas di hadapan.
Tak lama kemudian diapun bergumam:
“Alhamdulillah, daganganku habis!”.
Namun, di
sudut lain, temannya tampak tersenyum kecut.
“Yaaah, punyaku gak ada yang beli. Apa nanti kata mama?
Padahal aku kan pengen jajan juga...”, batinnya.
Perlahan dia datangi temannnya yang dagangannya sudah laku semua
tadi.
“Mel, jajanin aku dong.
Daganganku gak ada yang beli”, bujuknya.
“Memang kamu mau jajan apa?”, tanya Imel, kepada temannya.
“Ituuu, permen coklatnya si Opi. Aku pengeeen. Jajanin yaaa...”, rengek Ina.
“Nih, permen coklatmu”, ujar Imel sambil menyerahkan sebatang
permen coklat ke Ina, karibnya.
Beberapa teman Imel melihat kejadian itu. Tak lama kemudian, merekapun mendatangi Imel
untuk minta dijajanin juga. Walhasil,
tanpa sadar, Imel telah menghabiskan seluruh hasil penjualan keripiknya,
berikut uang jajan yang diberikan Bundanya tadi pagi.
==============
“Bunda, Imel pulang.
Daganganku laku semua!!”, teriak Imel seraya mendatangi Bundanya yang sedang
sibuk menyiapkan menu makan siang itu.
“Assalamu’alaikum Imel.
Lupa ya, ngasih salam ke Bunda??”, sambut sang Bunda ramah.
“Eh iya Bunda, Imel lupa...”, sahut Imel tersipu malu.
“Wah, daganganmu habis ya sayang?? Alhamdulillah. Sekarang kamu ganti baju, cuci tangan, terus
makan siang dulu ya. Bunda sudah siapkan makanan kesukaanmu. ”, ujar Bunda.
Tak lama kemudian, masuklah Abay, kakaknya Imel yang
bersekolah di tempat yang sama.
“Assalamu’alaikum Bun. Maafkan Abay Bun, dagangan Abay hanya
laku sedikit”, ujar Abay lirih, sambil menunduk, tidak berani menatap wajah
sang Bunda.
Abay tahu sekali, bagaimana tadi pagi Bunda sudah menyiapkan
sekeranjang kecil puding coklat yang telah tertata rapi untuk dipasarkan di
Market day pagi itu.
“Wa’alaikumussalam Abay.
Wah, gak usah sedih gitu deh. Nanti kita lihat ya, kenapa dagangan Imel
bisa laku sedang punya Abay gak terlalu laku”, bujuk Bunda membesarkan hati
Abay. Bunda sangat paham, bahwa putranya
ini sangat perasa dan mudah putus asa.
==============
Seusai sholat magrib berjama’ah
di musholla dekat rumah, Bunda memanggil Imel dan Abay.
“Imel dan Abay, yuk kita bahas kegiatan kalian hari ini”,
ujar Bunda memulai perbincangan.
Dalam keluarga kecil mereka memang mulai dibangun tradisi
berdiskusi, bisa tentang tema apa saja. Semua berhak memulai dan mengajukan
tema yang akan didiskusikan.
“Tadi Imel cerita bahwa keripik yang dibawa terjual habis.
Sedang Puding Coklat Abay yang terkenal enak itu, hanya laku beberapa. Coba Abay jelaskan, kira-kira kenapa dagangan
Imel bisa laku sedang punya Abay gak terlalu laku”, tanya Bunda seraya menatap
Abay.
Abay yang terkenal kritis langsung menjawab,
“Abis, keripik Imel harganya cuma seribu. Sedang puding
coklatku, tiga ribu!”, analisa Abay.
“Pintar! Trus apalagi?”, kejar Bunda.
“Hmm...tadi banyak juga yang jualan coklat dan jelly. Jelly harganya cuma seribu. Jadi puding
coklatku gak terlalu diminati deh”, analisa Abay kembali.
“Oke... analisamu bagus sekali Abay”, timpal Bunda.
“Selain itu, apa lagi?”, kejar bunda sambil menatap Abay dan
Imel bergantian.
“Hmm...Apa yaaa?? Itu Bun, tadi bang Abay terjatuh di tangga
sekolah! Jadi pudingnya berantakan!”, ujar Imel akhirnya.
“Hah? Kok bisa jatuh Bay?”, cecar Bunda sambil mengalihkan
pandangannya ke Abay.
Abay yang tiba-tiba merasa sebagai tertuduh, semakin
menundukkan kepalanya.
“Tadi waktu Abay naik tangga, tiba-tiba ada teman yang lewat
dan nabrak Abay. Keranjang puding coklat
Abay terjatuh dan jadi berantakan isinya”, lirih, sebait pengakuan keluar dari
mulut Abay.
“Panteees...kenapa daganganmu gak ada yang lirik Bay”, tukas
Bunda cepat.
“Tahu kenapa? Karena penampilannya sama sekali tidak menarik!”,
lanjut Bunda seraya membuka kulkas untuk melihat “barang bukti”, berupa
setumpuk puding coklat yang ternyata memang terlihat sangat berantakan.
“Coba seandainya kamu jadi pembeli, apa mau membeli barang
yang sudah gak keru-keruan begini?”, kejar Bunda ke Abay.
Pelan, Abay menggelengkan kepalanya seraya berkata:
“Enggak mau Bunda”
“Nah! Di situlah letak inti persoalannya! Sudah berapa point
yang Abay dapat dari diskusi kita ini?? Pertama soal HARGA! Puding Abay
harganya tiga kali lipat dari harga keripik Imel juga tiga kali lipat dari
harga jelly, jadi teman-teman lebih memilih
membeli jelly serta keripik, daripada beli puding coklat. Gitu kan? Nah, yang
kedua, masalah PENAMPILAN! Karena puding coklat Abay berantakan, jadi gak ada
yang berminat membelinya. Selain kedua hal itu, apa lagi kira-kira?”, panjang
lebar Bunda menjelaskan duduk persoalan kenapa ada produk dagangan yang begitu
diminati dan ada yang tidak terlalu diminati pembeli.
“Imel, coba kamu peragakan, bagaimana tadi cara Imel berjualan”,
pinta Bunda kepada Imel. Bunda tahu
potensi bungsunya itu. Paling pintar
merayu dan mempengaruhi orang lain.
“Ya, Imel bilang gini ‘keripik enak, keripik murah, cuma seribu.
Siapa mau beli?’ sambil nunjukin keripik Imel ke teman-teman”, terang Imel
kepada Bundanya.
“Tuh Abay, dengar kan cara Imel berjualan? Kalau Abay gimana
caranya? Apa Abay hanya diam di belakang meja dan menunggu teman-teman datang
ke meja Abay, terus menanyakan ‘Abay, kamu jualan apa?’, gitu Bay?”, cecar
Bunda ke Abay.
“Iya Bun...”, sahut Abay menyadari kesalahannya.
“Jadi, kesimpulan yang ketiga apa anak-anak?”, tanya Bunda
sambil menatap Abay dan Imel bergantian.
“Harus rajin menawarkan!”, teriak mereka serentak.
“Pintaaar!! Alhamdulillah, anak-anak Bunda sudah bertambah
pintar semua!”, ujar Bunda senang.
“Sekarang kalian tahu kan, kenapa Bapak dan Ibu Guru
mengajarkan kalian berjualan? Supaya kalian mengerti bahwa untuk mendapatkan
uang, kita harus berusaha, antara lain dengan cara berdagang, seperti yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Semenjak kecil, beliau selain menjadi penggembala, juga seorang pedagang
yang tangguh”, urai Bunda.
“Nah, sekarang, mana hasil jualan kalian??”, kejar Bunda tak
lama kemudian.
“Ini Bun”, ujar Imel seraya menyerahkan selembar duaribuan.
“Haaa?? Hanya ini? Katamu tadi, daganganmu laku semua. Kok uangnya
hanya dua ribu?”, setengah tak percaya Bunda menatap Imel.
“Anu...tadi ada teman yang minta dijajanin”, elak Imel
sambil tertunduk dalam.
“Siapa yang minta dijajanin? Apa jualan mereka gak laku juga
seperti Abay?”, kejar Bunda.
Lamaaa Imel tak menjawab. Hingga Bunda terpaksa membujuknya
dan akhirnya keluarlah pengakuan Imel, bahwa banyak teman yang minta dijajanin
juga.
“Imel...Imel...”,
gumam Bunda
“Bunda gak marah. Bunda tahu Imel memang sangat sayang dengan
teman-teman, tapi Imel juga harus ingat, bahwa uang itu adalah uang hasil Imel
berjualan. Kalaupun Imel mau mentraktir
teman-teman, tidak semua uang harus Imel habiskan. Karena untuk berjualan, kan
ada yang namanya modal. Imel ingat,
kemarin kita pergi ke pasar untuk membeli keripik dan plastik. Bunda
mengeluarkan uang kan? Nah, uang yang Bunda bayarkan itulah yang namanya
MODAL. Kita akan disebut UNTUNG, kalau uang
hasil jualan kita lebih banyak daripada modal yang kita keluarkan. Sedang kita
akan disebut RUGI, kalau...?”, urai Bunda seraya bertanya kepada Abay dan Imel.
“Kalau uang hasil jualan kita lebih sedikit daripada modal
yang kita keluarkan”, jawab Abay bersemangat. Sesaat dia lupa, bahwa tadi dia mengalami kerugian, sebab produk
dagangannya hanya laku tiga cup dari duapuluh cup puding coklat yang Bunda
siapkan.
“Alhamdulillah anak-anak, hari ini kita sudah belajar berdagang dan
mengelola uang, istilah kerennya ENTEPRENEURSHIP. Karena kalian masih anak-anak, jadi namanya
ENTEPRENEURKIDS atau KIDSPRENEUR. Kalau
ketrampilan seperti ini sudah diasah semenjak kanak-kanak seperti kalian,
inshaa Allah kelak ketika kalian dewasa, hidup kalian tidak akan tergantung
pada orang lain, sebab kalian dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri
kalian sendiri dan membuka kesempatan bagi orang lain untuk mendapatkan rejeki
melalui tangan kalian. Kalian mau kan menjadi Pengusaha Muslim yang Sukses
seperti Khodijah, istri Rasulullah?”, tutup Bunda sambil membelai lembut kedua
putra putrinya yang tidur-tiduran di pangkuannya.
“Tuh, adzan Isya sudah berkumandang. Ayo Abay, ke musholla untuk melantunkan adzan”,
dorong Bunda mengakhiri diskusi mereka malam itu.
Wallahu’alam
bisshowab
BojSar (27’03’13-20’31)
0 komentar:
Posting Komentar