![]() |
Poster Film Naura dan Genk Juara |
Film Naura dan Genk
Juara, berkisah tentang Naura (Adyla Rafa Naura Ayu), Okky (Joshua Rundengan)
dan Bimo (Vickram Priyono) yang terpilih mewakili sekolahnya untuk bersaing
pada kompetisi sains di Kemah Kreatif yang berlangsung di kawasan hutan
konservasi Situ Gunung.
Mereka tanpa sengaja
bertemu dengan Trio Licik, sekelompok pencuri satwa yang ternyata didalangi
oleh salah seorang Ranger penjaga hutan konservasi tersebut. Bekerjasama dengan
Kipli, sang Rangers cilik_diperankan oleh Adryan Sulaiman Bima_ yang selalu ditemani
si Cepot monyet kecilnya serta anak-anak peserta Kemah Kreatif, merekapun
berusaha mengalahkan para pencuri.
Film yang disutradarai
oleh Eugene Panji ini, memang tengah ditayangkan di layar bioskop Indonesia.
Namun tiba-tiba protes mencuat, bahkan diiringi seruan untuk tidak menonton
film tersebut.
Bagi saya yang
kebetulan berkesempatan menemani si Bungsu menonton film ini, isue tersebut terasa
menohok dan memojokkan. Seolah semua orang yang tahu anak saya menonton film
tersebut menuding bahwa saya telah menjerumuskan anak sendiri. Apalagi jika mereka
tahu bahwa seluruh anak saya menonton, bahkan si Bungsu menyaksikannya hingga
dua kali?
Jujur, sepanjang
film diputar saya memang tidak terlalu memperhatikan dialog para pemain.
Pandangan saya sudah terlanjur jengah dengan gaya berpakaian sang pemain utama,
yang menurut saya memang tidak tepat digunakan di alam pegunungan yang dingin
dan tentu banyak serangga berkeliaran.
Dari sudut tema dan
alur cerita cukup menarik, walaupun di beberapa bagian banyak hal yang terasa
dipaksakan. Bukankah banyak film dan sinetron Indonesia yang memang dibuat
dengan adegan penuh keterpaksaan dan sering kali gak nyambung dengan jalan
cerita.?
![]() |
Trio Licik |
Profil penjahat
digambarkan berjenggot? Bagi saya itu sesuatu hal yang biasa saja. Di
film Home Alone, sosok penjahatnya juga digambarkan brewok. Penjahatnya
mengucapkan kalimat takbir dan baca do’a secara Islam? Film ini dibuat dengan setting Indonesia yang
mayoritas penduduknya muslim. Jika penjahatnya beragama Islam ya wajar-wajar
saja. Saya setuju dengan ucapan Pak Imam Suhardjo, Ketua Komisi I Lembaga
Sensor Film Indonesia (LSF) tentang
masalah dialog ini.
Sepanjang film
diputar, pikiran saya malah berkelana ke behind the scene, ke proses
pembuatan film ini sendiri. Saya teringat saat press release rencana pembuatan
film Naura di tobuk Gramedia, saya bertemu dengan teman yang meliput acara
tersebut. Saat anak saya tahu bahwa Naura akan segera merilis film
pertamanya, diapun sangat antusias dan tak sabar untuk segera menonton.
Hingga kemudian film tersebut tayang di bioskop, beberapa komunitas serta
perusahaan membuat kuis nobar gratis melalui sosmed, anak-anak sayapun
bersemangat memperebutkan tiket dan berhasil memenangkannya.
Singkat cerita, di dalam
gedung bioskop, saat layar menayangkan adegan demi adegan, pikiran saya justru sibuk membayangkan... “Berapa lama syuting film ini? Berapa setel pakaian disiapkan
untuk adegan yang hanya berlangsung selama tiga hari dua malam di film tersebut? Apa si bocah tidak kedinginan
berpakaian seperti itu? Kenapa tuh si Ibu Kepala Konservasi yang notabene pastilah seorang Rangers justru mengenakan wedges di tengah hutan? Gak saltum tuh?"
"Di mana lokasi syutingnya, boleh donk didatangi." Apalagi
ada menara pandang yang terletak di atas ketinggian pohon, maka jiwa petualang
saya langsung merespon rasa ingin tahu. “Kamu
takut gak berada di menara pandang itu?”, tanya saya pada si Bungsu. “Enggak,
seru malah”, jawabnya. Weleh, saya baru melihatnya aja udah keder...”Hiii,
tinggi amat, hebat nih si Naura berani berada di ketinggian”, batin saya
sembari membayangkan bahwa adegan itu rekayasa kamera semata.
![]() |
Naura vs Sherina |
Kesimpulan akhirnya
sih, setelah menilik dari segala sisi saya lebih merekomendasikan kisah
Petualangan Sherina, daripada film Naura dan Genk Juara. Walaupun si Bungsu
sempat nonton film ini hingga dua kali, ternyata iapun tidak terlalu
memperhatikan dialog para penjahat. Dia terpukau dengan lagu-lagu dan keseruan
jalannya cerita. Yah, beda kepala memang beda sudut pandang. Semua kembali pada
FoR (Frame of Reference) dan FoE (Frame of Experience) masing-masing.
Radal, 28'11'17_00.13
0 komentar:
Posting Komentar