RSS

PENGAMEN


Hup...alhamdulillah...akhirnya berhasil juga aku menaiki dan duduk dengan maniesnya di bis metromini yang kan membawaku pulang. Rasa kantuk dan pusing yang mendera sedari tadi, tiba2 semakin menjadi setelah kusadari ternyata di dalam bis tengah berlangsung "konser tunggal" seorang pengamen jalanan yang asyik melantunkan sebuah tembang.

Hmm... rasa2nya aku kenal syair2nya, namun tentang apa ya?? Begitu gumamku dalam hati. Semakin kusimak baik2, sambil kuperhatikan gaya si pengamen.... Astaghfirullah ternyata tuh pengamen mendendangkan sifat2 Allah sambil bergaya seperti orang kesurupan. Kepala ditelengkan kiri-kanan, sambil diputar putar gak keru-keruan, tangan naik turun memainkan kecrekan dari tutup2 botol minuman ringan yang dipaku ke sebuah kayu bulat panjang. "Wujud, qidam, baqa....", si pengamen, seorang pria paruh baya, melantun dengan penuh keyakinan dan akupun semakin merasa gerah, menyaksikan dia berdendang seperti kesurupan.
Kegerahanku memuncak menjadi geram, ketika kuperhatikan penampilan kumuhnya, berbaju thekill and thekumal (dekil dan kumal). Berkemeja putih gak jelas karena campur debu, berjaket semi lusuh, berdasikan sapu tangan yang tak kalah kotornya, dengan kaki berbalut celana panjang hitam yang digulung agak tinggi. "Huh!! Benar-benar melecehkan agamaku nih orang", batinku.

Namun, sesaat setelah umpatan diam-diamku itu, tiba-tiba hati kecilku bilang "Hey, jangan su'udzon begitu!! Siapa tahu dia sedang mengalami masalah keuangan, tidak punya ketrampilan apalagi pekerjaan, sehingga hanya mengamen sajalah yang mampu dilakukan dan kalau dia mengamen dengan gaya biasa saja, tentu tidak akan mampu menarik perhatian orang. Jadi, terpaksalah dia mengamen dengan bergaya bak orang kesurupan!

Hmm...sepertinya benar juga apa kata hatiku. Akhirnya, walaupun masih penuh keraguan dan kesebelan (ragu, apa benar dia terpaksa melakukan hal itu, sebel, koq ya ngamen pake bawa2 sifat2 Allah), tiba2 aku merasa malu pada diriku sendiri. "Ya Allah...bapak ini, walaupun agak kumuh dan seperti orang gak waras, tapi secara tidak langsung dia telah berdakwah bil lisan. Dia telah mengingatkan para pendengarnya betapa Allah itu mempunya sifat wujud (ada), qidam, baqa.

Sedangkan aku, yang suka mengaku-aku sebagai penggiat dakwah, seringkali gagap kalau disuruh menyampaikan walaupun hanya sebuah ayat. Jangankan mengutip ayat dan hadits, sekedar mengingatkan teman yang makan dengan tangan kiri atau makan sambil berdiri, atau bahkan hanya tuk memberitahukan seorang wanita bahwa kancing bajunya terbuka saja, aku seringkali bingung tuk memulainya dan akhirnya mengambil langkah aman "cuekin aja...pura2 gak liat...pura2 gak tahu" atau malah berlagak gak mau tahu??? hiks...

Kembali ke cerita si bapak pengamen. Setelah lagu perdananya selesai, eh ternyata si bapak masih meneruskan konsernya dengan melantunkan tembang kedua, yaitu... shalawat nabi!! "Shalawatullah alaina... ", dendangnya dengan penuh keyakinan. "Duh paaak... udahan dong", batinku... "Koq alaina seeeh??? Setahuku alaika deh... itu kan pujian kita tuk junjungan kita Rasulullah saw, bukannya pujian tuk diri kita sendiri", gemuruh batinku berkecamuk. "Tapi ah, sebodo amat, toh gak bakalan ada yang protes", batinku lagi sambil berusaha memicingkan mata agar pandangan dan hatiku tak semakin terganggu dengan gerakan dahsyat si bapak. Naik, turun, goyang kiri - kanan.

Duh!! Sekali lagi, ku berusaha menenangkan gejolak batin yang kian gak keru-keruan. "Aisy, bapak itu begitu cintanya pada sang kekasih Allah. Sedangkan kamu??  Kapan ingat menyampaikan salam dan shalawat kepada Rasulullah selain saat sholat, itupun pas-passan hanya 34x sehari semalam. Memalukan!!!", runtuk batinku...

Ya Allah... semakin ku protes, semakin ku merasa tak berarti dibanding sosok si bapak pengamen kumuh. Ampunilah hambamu ini ya Rabbi. Betapa diri ini suka lalai dan sok suci...

Bojongsari, 21'05'11 (23.09)

0 komentar:

Posting Komentar