SURABAYA (Kamis, 30 Juli 2015)
Beruntung pagi itu Haqi dan Pia sangat mudah dibangunkan,
mandi, sholat subuh dan langsung siap-siap menuju Porong. Kami hanya berbekal
sebotol air minum dan beberapa potong roti, sisa semalam.
Waktu merangkak perlahan, namun kendaraan yang kami tunggu
tak kunjung tiba. Akhirnya, akupun memutuskan naik bus jurusan Malang-Surabaya.
Seiring keberangkatanku, di rumah rupanya terjadi kehebohan.
Mamad, adik iparku ternyata
memperhatikan keberangkatan kami dan
langsung menemui istrinya saat tahu aku menumpang bus antar kota. Rupanya dia
khawatir aku tersesat di Surabaya, sebab rencana semula aku naik colt elf menuju
Porong, untuk selanjutnya berpindah naik komuter arah Surabaya.
Wawoek, istri Mamad hanya tertawa dan mengatakan “Mbak Gina itu orang Jakarta, gak bakal
tersesat di Surabaya!”. Namun, kekuatirannya tidak berkurang. Buru-buru dia
hubungi mas Hadi, kakak iparku yang menyarankan aku naik komuter, namun
ternyata gagal, hingga akhirnya dia berusaha meyakinkan diri bahwa aku dan
anak-anak akan baik-baik saja.
-------------------------
Hari masih sangat pagi, udara dingin dan suasana di dalam
bus yang remang-remang membuatku kembali tertidur, hingga akhirnya kondektur berteriak
“Purabaya...Purabaya...habis..habis!!!”,
akupun terbangun dan segera bersiap untuk turun. Ternyata perjalanan
Palang-Surabaya hanya memakan waktu sejam lamanya. Lalulintas masih sangat
lancar, padahal konon kabarnya semenjak jalan tol Pandaan-Sidoarjo dibuka,
sering terjadi kemacetan panjang di seputaran pertigaan Pandaan.
Kutawarkan pada anak-anak untuk sarapan di terminal
Purabaya, yang dulu bernama terminal Bungurasih. Namun mereka menolak dan
memilih untuk langsung ke tempat tujuan. Kupikir, ah masih terlalu pagi untuk
sarapan, toh tadi di atas bus kami sempat melahap beberapa potong roti bekal.
Tugu Pahlawan |
Setelah bertanya ke beberapa orang di terminal, kami segera
menuju jalur P5, tempat bus patas PPD milik Pemda Surabaya yang akan membawa
kami menuju destinasi pertama pagi ini “TUGU PAHLAWAN”.! Pilihanku membawa
anak-anak ke Tugu Pahlawan, terjadi secara tiba-tiba saja. Sebenarnya aku tak
terlalu paham kota Surabaya, apalagi tempat-tempat yang menarik untuk
dikunjungi di sana. Namun, berbekal sebuah buku saku panduan bagi traveler yang
akan ke Surabaya, tak lengkap jika belum mengunjungi destinasi yang satu ini.
Akhirnya, akupun memutuskan untuk membawa anak-anak ke sana. Namanya juga “Kota
Pahlawan”, tentu Tugu Pahlawan dapat menggambarkan alasan Surabaya diberi nama
demikian.
Waktu baru menunjukkan jam 06.30 pagi, lalulintas kota
Surabaya yang biasanya tak jauh beda dengan Jakarta terlihat sedikit lengang.
Ah, barangkali karena anak-anak baru mulai masuk sekolah kembali dan para
karyawan juga baru memulai aktivitas rutinnya, jadi masih belum banyak yang
berlalu lalang di jalanan sepagi ini.
Tarif bus patas yang kondisi kendaraannya pun hampir serupa
dengan bus kota di Jakarta, hanya Rp 6.000,-. Kami melewati tol dan Stasiun
Pasar Turi. Perjalanan memakan waktu tak sampai setengah jam, hingga akhirnya
kondektur memberikan isyarat padaku bahwa kami telah sampai tujuan. “Tugu Pahlawan we’re coming!”.
Gerbang Utara |
Bus berbelok dan kamipun turun tepat di gerbang masuk Tugu
Pahlawan, di kejauhan terlihat kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur. Ternyata kami datang terlalu pagi, seorang
tukang sapu terlihat sedang membersihkan rontokan daun di taman. Aku mendekat
dan bertanya dari balik gerbang yang terkunci “Maap Pak mau tanya, bukanya jam berapa?” . Sejenak ia terdiam dan
balik bertanya “Ibu mau ke museum?
Bukanya jam delapan, tapi kalau mau masuk taman, sudah dibuka”. Kulirik
waktu di layar hape, ternyata baru jam tujuh pagi. Masih ada waktu sejam
sebelum musium dibuka. Tiba-tiba perutku terasa sangat lapar minta segera
diisi.
Agak menyesal juga aku, kenapa tadi tak sempat sarapan di
terminal. Melihat daftar menu yang terpampang dari puluhan warung makan di
sana, benar-benar menggoda selera. Ada soto ayam, nasi rawon, nasi gule, nasi
goreng, mie goreng dan berbagai jajanan rakyat, sayang tak ada tahu gunting,
tahu campur atau rujak cingur, masakan khas Jawa Timuran yang sangat kuharapkan
bisa dinikmati di kota pahlawan ini.
Tugu Pahlawan, dilihat dari sisi Barat tempat kami sarapan soto |
Akhirnya, kuajak Haqi dan Pia menyusuri jalan di seputaran
Tugu Pahlawan. Tak tampak pedagang makanan di sisi jalan sebelah utara ini.
Barangkali di sisi yang lain, pikirku. Kami pun memutari Tugu Pahlawan,
Alhamdulillah di kejauhan tampak sebuah gerobak makanan, ternyata penjual nasi
soto. Segera kupesan 3 mangkuk nasi soto, berikut 4 bungkus kecil kerupuk.
Melihat penampilan nasi soto beserta gerobaknya yang kurang
bersih, menyebabkan selera makanku menghilang. Setengah kupaksa
menghabiskannya. Dalam bayanganku, isi nasi soto ini ada sedikit daging, jeroan
sapi dengan kuah yang menggoda selera ala-ala Soto Kuning Bogor. Namun, kuahnya
yang terlalu kental bagiku, ditunjang dengan isi yang terkesan sisa-sisa jeroan
yang tak laku di pasar, benar-benar membuatku langsung merasa kenyang. Demi
supaya anak-anak menghabiskan sarapannya, kupaksakan diri untuk terlihat
menikmati sarapan ala kadarnya itu.
“Alhamdulillah, masih
nemu pedagang makanan”, ucapku menghibur diri.
Ketika kutanya berapa harga yang harus kubayar untuk tiga
mangkuk nasi soto beserta 4 bungkus kerupuk, si pedagang terdiam sejenak dan terlihat sibuk menghitung.
Segera kutanya berapa harga semangkuknya. Ternyata lima belas ribu rupiah, ah
sebuah harga yang cukup mahal untuk semangkuk nasi soto dengan isi jeroan ngasal begini. Akhirnya kuserahkan
selembar uang biru bergambar I Gusti Ngurah Rai sembari mengucapkan
terimakasih.
-------------------------
Perut sudah terisi, namun hari masih terlalu pagi. Jam buka
museum masih setengah jam, kami menyusuri taman yang mengeliling Tugu Pahlawan.
Tampak terawat, walau di beberapa bagian masih terlihat rumput liar. Puluhan anak dari sebuah sekolah dasar,
sedang berolahraga di pelataran parkir.
Patung Soekarno-Hatta |
Pesan Bung Karno agar menghargai jasa para pahlawan! |
Kami berfoto-foto di bawah patung proklamator Soekarno-Hatta
yang berdiri tegak berlatarkan pilar-pilar tinggi replika bekas bangunan yang
dulu pernah berdiri di sana dan sempat menjadi saksi sejarah peristiwa 10 November. Di beberapa bagian pilar ada tulisan
penyemangat para pejuang “Rawe-rawe
Rantas, Malang-malang Poetoeng!! dan Freedom Forever!!”, sedang di sisi
pilar yang lain terlihat agak terkelupas.
Reruntuhan pilar |
Papan petunjuk arah |
Himbauan untuk Pengunjung |
Selain patung Soekarno-Hatta yang menyambut di gerbang
utama, terlihat beberapa patung pahlawan
lain di sekeliling taman dan tentu saja patung Bung Tomo sang tokoh peristiwa
10 November berikut mobil yang pernah menjadi kendaraan beliau.
Patung Bung Tomo |
Mobil yang digunakan Bung Tomo |
Di sisi timur halaman musium, berdiri dengan kokohnya Tugu
Pahlawan salah satu icon kota Surabaya, selain lambang Sura dan Buaya tentunya.
Tugu ini memiliki tinggi 41,15m dengan diameter 3,1m dan semakin ke atas semakin mengecil .
Sembari menanti museum buka, Pia dan Haqi bermain-main sejenak di bawah tugu ini sebelum beranjak ke obyek menarik berikutnya, Patung Pahlawan Tak Dikenal dengan latar belakang tiga buah piramida yang ternyata merupakan atap dari Museum 10 November, yang terletak di bawah tanah. Dari kejauhan, bentuk piramida di tengah taman ini mengingatkanku pada bangunan piramida kaca yang berada di tengah-tengah museum Louvre di Paris-Prancis. Rupanya bangunan itu sengaja dibenamkan sedalam 7m, agar tidak mengganggu pemandangan di sekitar Tugu Pahlawan.
Sembari menanti museum buka, Pia dan Haqi bermain-main sejenak di bawah tugu ini sebelum beranjak ke obyek menarik berikutnya, Patung Pahlawan Tak Dikenal dengan latar belakang tiga buah piramida yang ternyata merupakan atap dari Museum 10 November, yang terletak di bawah tanah. Dari kejauhan, bentuk piramida di tengah taman ini mengingatkanku pada bangunan piramida kaca yang berada di tengah-tengah museum Louvre di Paris-Prancis. Rupanya bangunan itu sengaja dibenamkan sedalam 7m, agar tidak mengganggu pemandangan di sekitar Tugu Pahlawan.
Piramidanya mirip yang di Museum Louvre, Paris?? hehehe |
Pintu masuk Museum 10 November |
Kehadiran kami disambut sebuah lorong melingkar dan menurun, di dinding terpajang hiasan timbul dari kuningan, menggambarkan perjuangan rakyat
Surabaya saat pertempuran 10 November berlangsung.
Diorama pejuang yang sedang mendengarkan pidato Bung Tomo |
Pidato Bung Tomo, pengobar semangat arek2 Suroboyo |
Lihatlah gaya penuh semangat dari Bung Tomo.. Allahu Akbar!!! |
Di sekeliling ruangan, dapat ditemui benda-benda yang pernah
digunakan para pejuang untuk melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda.
Langkahku terhenti sesaat di depan sebuah lukisan yang menggambarkan seorang
pejuang yang sedang meminta restu dari ibundanya nan renta, untuk melakukan bela negara. Sebuah lukisan
yang sangat menyentuh dan ternyata pernah terkenal beberapa waktu lalu.
Lukisan yang fenomenal itu... |
Diorama peristiwa perobekan warna biru dari bendera Belanda, di Hotel Yamato |
Puas mengelilingi museum, kami kembali ke atas melewati
lorong yang menjual aneka souvenir khas musium dan kota Surabaya. Di halaman selatan, terdapat sebuah panser kecil
dan mortar yang juga pernah digunakan saat pertempuran kala itu. Anak-anak
bergaya sejenak di sini.
Sambil menuju ke jalan utama, kami menyusuri lorong taman nan asri dan bertemu dengan beberapa tukang kebun. Sesaat aku berkonsultasi tentang proses daur ulang sampah daun dengan seorang bapak petugas taman yang kunilai cukup menguasai ilmu persampahan. Alhamdulillah, bukan hanya sejarah kota Surabaya dan pemandangan Tugu Pahlawan’nya saja yang kami peroleh, namun juga ilmu pengolahan sampah dari seorang praktisinya langsung...
-----------------------
RaDal, 040915 (12’34)
*kisah sebelumnya
*destinasi selanjutnya
#turiskere
#ngebolang
#backpacker
#familybackpacker
#tugupahlawansurabaya
#wisataketugupahlawan
#destinasidikotasurabaya
*kisah sebelumnya
*destinasi selanjutnya
#turiskere
#ngebolang
#backpacker
#familybackpacker
#tugupahlawansurabaya
#wisataketugupahlawan
#destinasidikotasurabaya
3 komentar:
aduh sudah lama sekali aku tak ke Surabaya. tugu pahlawan ikon kota Surabaya
aku pernah lewat tp blm pernah masukkk
@mak Tira Soekardi: yuuk dolen nang suroboyo ;)
@mak Farichatul Jannah: nah, besok kalo lewat sempetin masuk yaa... :)
Posting Komentar