RSS

PRAMUDYA...part 4


Pramudya, kala kukenal pertama kali, adalah sosok pendiam berkacamata, hitam manis dan jika berbicara agak gagap.


“Bo…boleh gak aku pinjem catatanmu?”, pintanya seraya menghampiri.  Saat itu aku sedang berkemas-kemas pulang setelah bel berdentang tanda jam pelajaran usai.

“Boleh, tapi apa kamu bisa baca tulisanku?”, candaku


“Y...yaa… ka..kalo gi..gi..gitu, sekalian de…dengan kamusnya de..deh…”, ucapnya tergagap


“Ah, aku becanda koq… Nih ambil, tapi jangan diilangin yaa… ini barang langka, gak ada catatan sekomplit punyaku loo”, selorohku.


“Ju…justru itu, aku jadi pengen pi…pinjem ca..catatanmu”, kilahnya sambil tersenyum.  Ah senyuman termanis dari seseorang yang selama ini kukagumi diam-diam.


Duapuluh lima tahun kemudian, di saat kami berdiskusi di YM, masalah kegagapannya itu sempat terlontar secara tak sengaja.

 “Aku ingat, kamu waktu dulu agak gagap kan?”, tanyaku.


“Justru itu yang ingin kuhilangkan”, jawabnya


“Aku sama sekali tidak suka dengan kondisiku kala itu. Aku merasa minder, culun dan tidak percaya diri. Untuk menghilangkan kegagapanku itu, aku bahkan sampai mengikuti berbagai terapi dan Alhamdulillah saat aku lulus SMA aku berhasil mengatasinya”, lanjutnya panjang lebar.


“Terus, kamu masih merasa culun dan minder sampai kapan?”, kejarku


“Iya sampai aku lulus SMA juga…”, jawabnya


“Itulah makanya kenapa aku tidak jadi mendaftar di UI, padahal aku diterima melalui jalur PMDK di sana. Aku merasa tidak pantas kuliah di UI yang mahasiswanya berasal dari golongan menengah ke atas, sedangkan aku kan hanya cucunya orang gunung”, lanjutnya lagi


“Oh iya, kamu akhirnya kuliah di STAN kan?”, potongku


“Iya, di sana aku bisa kuliah dengan ikatan dinas, jadi tidak merepotkan orangtua untuk memikirkan biayanya dan begitu selesai aku bisa langsung kerja”, balasnya


Aah..benar-benar pemikiran yang sangat dewasa untuk remaja seusianya kala itu.


“Aku juga waktu itu sempat ndaftar di STAN, tapi karena aku diterima di kampus rakyat, gak jadi deh ke STAN”, imbuhku


“Kenapa kamu tidak ndaftar di UI juga?”, tanyanya penasaran


“Gak ah…aku kan rakyat jelata juga sama seperti kamu. Takut masuk kampus orang-orang borju”, selorohku.


“Tapi sekarang kamu sudah gak gagap dan gak minder lagi kan??”, kejarku


“Ya enggak dong, kan aku sudah bilang, gagap dan minderku hilang saat aku kuliah”, jawabnya diplomatis


“Oh iya…aku lupa tadi kamu dah bilang gitu…maaf yaa..., sekarang kamu terlihat lebih berwibawa loh”, cercahku


“Ya, kan sudah tuwir… uban sudah banyak, anak sudah besar-besar. Terkadang aku merasa aneh di bandingkan teman-teman. Eh, teman-teman ada yang suka ngomongin aku gak?, tanyanya

“Ngomongin apa?”, timpalku cepat


“Iya, aku kan beda dengan kalian. Anakku saja sudah SMA, sedang teman-teman kita anaknya masih kecil-kecil.”, urainya


“Ya gak lah.  Kamu sih nikahnya kemudaan”, selorohku lagi


“Iya, sewaktu baru lulus, aku ditempatkan di daerah dan kupikir aku harus punya bekal, makanya aku langsung nikah, supaya tenang”, urainya lagi


“Ooo gitu, istrimu temen kuliah?”, kejarku


“Enggak, teman pengajian, dikenalin sama temanku”, jawabnya singkat


“O ya?? Dulu kamu ngaji di mana?, cecarku lagi


“Di Ma’had Bangka, hanya ambil kursus bahasa arab koq”, ujarnya merendah


“Wah, aku jadi minder nih, ngobrol ama orang yang pinter berbagai bahasa”, balasku


“Enggak juga, kamu yang pinter, buktinya bisa kuliah di kampus rakyat”, balasnya seraya memujiku entah ihklas apa enggak…


“Huuu…basiii!!”, tulisku cepat


Itulah Pramudya…sosok yang dulu merasa dirinya culun, minder dan gagap, akhirnya tumbuh menjadi seorang akuntan public yang super sibuk, bisnisman yang tangguh, namun masih sangat peduli dengan urusan rumahtangganya. Masih mau membantu istrinya mengasuh putri bungsu mereka yang masih balita dan tiga anaknya yang lain bersekolah di pesantren semua….


Depok-11'11'11

0 komentar:

Posting Komentar